Kebangkrutan biasanya
diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan
untuk menghasilkan laba. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi perusahaan
atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas. Menurut Drs. A. Abdurrachman
dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, kebangkrutan adalah suatu
proses yang dilakukan oleh seorang debitur dengan mengisi suatu petisi yang
menyatakan bahwa ia tidak mampu untuk memenuhi kewajiban-kewajibanya atau hutang-hutangnya
dan bersedia dinyatakan bangkrut.
Kebangkrutan sebagai
kegagalan didefinisikan dalam beberapa arti (Muhammad Akhyar Adnan dan Eha
Kurniasih, 2000:137): yaitu kegagalan ekonomi (Economic failure) dan
kegagalan keuangan (financial failure).
Kegagalan dalam arti
ekonomi biasanya berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan
perusahaan tidak menutup biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih
kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil
dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan
tersebut jatuh di bawah arus kas yang diharapkan. Bahkan kegagalan dapat juga
berarti bahwa tingkat pendapatan atas biaya historis dari investasinya lebih
kecil daripada biaya modal perusahaan.
Kegagalan keuangan
bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan
dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk: Insolvensi Teknis
dan Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan. Insolvensi teknis adalah Perusahaan
dapat dianggap gagal jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat
jatuh tempo.
Walaupun total aktiva
melebihi total utang atau terjadi bila suatu perusahaan gagal memenuhi salah
satu atau lebih kondisi dalam ketentuan hutangnya seperti rasio aktiva lancar
terhadap utang lancar yang telah ditetapkan atau rasio kekayaan bersih terhadap
total aktiva yang disyaratkan. Insolvensi juga terjadi bila arus kas tidak
cukup untuk memenuhi pembayaran kembali pokok pada tanggal tertentu. Insolvensi
dalam pengertian kebangkrutan adalah kebangkrutan didefinisikan dalam ukuran
sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang
dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban.
Kebangkrutan dari
berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan sebagai suatu keadaan atau
situasi dalam hal ini perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi
kewajiban-kewajiban kepada debitur karena perusahaan mengalami kekurangan dan
ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya sehingga tujuan
ekonomi yang ingin dicapai oleh perusahaan tidak dapat dicapai yaitu profit,
sebab dengan laba yang diperoleh perusahaan bisa digunakan untuk mengembalikan
pinjaman, membiayai operasi perusahaan dan kewajiban-kewajiban yang harus
dipenuhi bisa ditutup dengan laba atau aktiva yang dimiliki.
Kebangkrutan akan
cepat terjadi di negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, karena
kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang
mungkin tadinya sudah sakit kemudian semakin sakit dan bangkrut. Perusahaan
yang belum sakit pun akan mengalami kesulitan dalam pemenuhan dana untuk
kegiatan operasional akibat adanya krisis ekonomi tersebut. Proses
kebangkrutan, tidak semata-mata disebabkan oleh faktor ekonomi tetapi juga disebabkan
oleh faktor yang lain yang sifatnya non ekonomi.
Dun & Bradstreet
telah membuat persentase sebab-sebab kebangkrutan sebagai berikut, manajemen
tidak kompeten 45,6%, kurang pengalaman di bidang manajerial 12,5%, pengalaman
tidak seimbang dalam permodalan, penjualan, produksi dana lain-lain 19,2%,
kurang pengalaman di bidang produksi yang ditangani 11,1%, kelalaian 0,7%,
musibah 0,5%, penipuan 0,3%, dan alasan yang tidak diketahui 10,1%.
Yang dimaksud dengan
tidak kompetennya manajer antara lain kegagalan mengantisipasi dan menyesuaikan
diri dengan resesi dan trend industri yang tidak menguntungkan. Kesulitan
keuangan yang dihadapi perusahaan biasanya akibat dari kesalahan perhitungan,
kesalahan pertimbangan, dan kelemahan lain yang saling berkaitan. Dimana secara
langsung ataupun tidak menggambarkan kemampuan manajemen.
Sedangkan menurut
Bambang Riyanto, faktor-faktor penyebab kegagalan usaha dapat dibagi menjadi
dua, yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern berasal dari dalam
perusahaan itu sendiri baik yang meliputi faktor keuangan dan non keuangan.
Faktor keuangan meliputi adanya hutang yang terlalu besar sehingga menjadi
beban tetap yang berat bagi perusahaan, adanya kewajiban jangka pendek yang
lebih besar dari aktiva lancar, lambatnya pengumpulan piutang atau banyaknya bad
debt, kesalahan dalam kebijakan deviden, dan tidak cukupnya dana
penyusutan.Sedangkan faktor non keuangan adalah adanya kesalahan-kesalahan
dalam pemilihan lokasi, penentuan produk yang dihasilkan dan penentuan skala
usaha, kurang baiknya struktur organisasi, kesalahan dalam pemilihan pimpinan
perusahaan, adanya manajerial incompetence (kebijakan pembelian,
penjualan, pemasaran).
Sedangkan faktor
ekstern yang berasal dari luar perusahaan dan berada di luar jangkauan atau kontrol
pimpinan perusahaan antara lain adalah adanya persaingan yang hebat,
berkurangnya permintaan terhadap produk yang dihasilkan dan turunnya harga.
Menurut Drs. A.
Abdurrachman, reorganisasi, pada umumnya, adalah pengaturan atau perbaikan
mengenai susunan kapital suatu perseroan, biasanya yang meliputi penarikan
kembali semua efek yang belum diselesaikan, dan penggantiannya dengan efek yang
baru. Pada khususnya, adalah suatu recapitalization mengenai suatu
perseroan yang jatuh bangkrut, yang menetapkan, bahwa para pemegang saham,
pemegang obligasi, dan para kreditur menyetujui satu sama lain akan menyerahkan
kepentingan-kepentingan dan tuntutan-tuntutannya, dan membentuk suatu perseroan
yang baru untuk menyelesaikan hutang-hutang perseroan yang lama dan melanjutkan
usaha-usahanya.
Dari beberapa
keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa reorganisasi adalah adalah situasi
dimana aktiva dari perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dinyatakan
dalam nilai pasar dan penyusunan kembali struktur permodalan perusahaan untuk
mencerminkan tiap perubahan pada sisi aktiva. Dalam reorganisasi, perusahaan
berjalan terus sedangkan pada kepailitan perusahaan dilikuidasi dan sirna.
Jika nilai perusahaan
going concern lebih tinggi dibandingkan dengan nilai perusahaan dilikuidasi,
maka pilihan reorganisasi/restrukturisasi layak dilakukan. Dalam situasi ini,
operasi perusahaan akan diteruskan setelah dilakukan perbaikan-perbaikan,
terutama perbaikan struktur modalnya. Trustee (kurator) bisa ditunjuk
untuk menjalankan reorganisasi tersebut.
Rencana reorganisasi
didasarkan pada prinsip keadilan dan kelayakan. Prinisip keadilan berarti semua
pihak harus diperlakukan secara adil (fair). Prinsip kelayakan berarti
rencana tersebut harus layak (bisa) dilakukan. Sebagai contoh, jika perusahaan
mempunyai beban hutang terlalu tinggi sedangkan kemampuan penjualan sangat
kecil, maka reorganisasi tidak layak dilakukan.
Langkah-langkah
reorganisasi:
1. Menentukan Nilai
Perusahaan
Penilaian yang sering
digunakan, dan yang termasuk sederhana, adalah menghitung nilai perusahaan
berdasarkan tingkat kapitalisasi.
2. Menentukan
Struktur Modal yang Baru
Struktur modal
tersebut bertujuan mengurangi beban tetap (bunga) agar perusahaan bisa
beroperasi dengan lebih fleksibel. Untuk mengurangi beban tetap tersebut, total
hutang biasanya akan dikurangi. Jika tidak ada lagi harapan bahwa operasi
perusahaan akan berhasil, maka likuidasi merupakan alternatif satu-satunya yang
mungkin dilakukan oleh perusahaan.
Likuidasi adalah
proses dimana sebuah perusahaan sebagai suatu badan hukum berhenti beroperasi
dengan cara mengakhiri hidup perusahaan tersebut. (Christopher Pass &
Bryan Lowes. Kamus Lengkap Ekonomi 1994). Proses demikian dapat dimulai atas
permintaan para kreditor karena perusahaan dianggap telah bangkrut. Orang yang
ditunjuk sebagai likuidator menjual seluruh aset perusahaan seharga nilai
realisasinya nanti. Hasil dari perjanjian tersebut digunakan untuk membayar
kewajiban-kewajiban utama pada para kreditor. Jika dana hasil penjualan aktiva
tidak mencukupi untuk membayar kreditor, para kreditor istimewa akan dibayar
lebih dahulu baru kemudian para pemberi pinjaman biasa dibayar dengan cara
pembagian yang merata. Jika terdapat dana sisa ini akan dibagikan secara merata
diantara para pemegang saham perusahaan.
Proses likuidasi
dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu (1) melalui penyerahan, yaitu proses
likuidasi yang tidak melalui pengadilan, dan (2) melalui kepailitan formal
berdasarkan yuridiksi suatu pengadilan khusus.
Likuidasi penyerahan
adalah prodesur informal untuk melikuidir hutang, bagi kreditur cara ini lebih
menguntungkan dibanding kepailitan formal karena mereka menerima lebih banyak.
Dilakukan transfer kepemilikan aktiva kepada pihak ketiga yang disebut assignee
atau trustee. Assignee diinstruksikan untuk menjual aktiva itu
baik di bawah tangan atau melalui lelang umum dan hasilnya dibagikan kepada
kreditur secara pro-rata.
Sedangkan likuidasi
kepailitan diatur dalam Undang-undang kepailitan yang mempunyai tiga fungsi
penting, yaitu melindungi kreditur dari kemungkinan penipuan oleh debitur,
pembagian aktiva debitur secara adil kepada para kreditur, menghapuskan semua
kewajiban debitur sehingga yang bersangkutan dapat mulai usaha baru tanpa harus
dibebani hutang terdahulu.
Distribusi aktiva
dalam kepailitan ini diatur menurut urutan prioritas tagihan dalam Bab 5
Undang-undang kepailitan 1978, Pasal 507, ditetapkan masing-masing kreditur
sebagai berikut:
1.
Kreditur dengan jaminan (secured Creditor) akan menerima hasil penjualan
harta perusahaan debitor.
2.
Biaya pengendalian bantuan hukum lain dan trustee diperhitungkan ke
dalam hasil.
3.
Beban pengeluaran setelah kasus terpaksa (involuntary case), telah
dimulai tetapi sebelum trustee dibentuk.
4.
Jumlah upah untuk pegawai dibatasi tidak melebihi $2.000 per orang bila upah
itu diterima tiga bulan sebelum petisi kepailitan diajukan secara resmi.
5.
Jumlah $2.000 yang diizinkan mencakupi jumlah upah pegawai ditambah jumlah
iuran dana pensiun pegawai yang belum dibayarkan. Klaim iuran dana pensiun yang
belum dibayarkan diizinkan untuk diperhitungkan hanya jumlah yang diberikan 6
bulan sebelum petisi kepailitan diajukan.
6.
Jumlah klaim tanpa jaminan terhadap deposito pelanggan $900 per orang.
7.
Pajak yang berlaku secara efektif adalah semua jenis pajak yang wajib dibayar
oleh perusahaan.
8.
Kewajiban dana pensiun yang belum ada dananya lebih diperioritaskan kepada
kreditor umum dan jumlah keseluruhannya dibatasi sampai 30 persen dari seluruh
modal saham biasa dan preferen perusahaan; sisanya merupakan klaim yang sama
seperti klaim kreditor umum.
9.
Kreditor umum atau kreditor tanpa jaminan meliputi kredit dagang, pinjaman
tanpa jaminan, obligasi tanpa jaminan (debenture bonds), dan bagian
pinjaman dengan jaminan yang tidak terbayar serta rencana pensiun yang belum
terpenuhi dananya.
10.
Pemegang saham preferen dapat menerima jumlah sampai jumlah nominal saja.
11.
Pemegang saham biasa menerima apa saja yang tersisa.
Sumber: http://resum.wordpress.com/2011/01/05/kebangkrutan-dan-reorganisasi/
0 komentar:
Posting Komentar