Kamis, 12 Desember 2013

Kebangkrutan dan Reorganisasi


Kebangkrutan biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi perusahaan atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas. Menurut Drs. A. Abdurrachman dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, kebangkrutan adalah suatu proses yang dilakukan oleh seorang debitur dengan mengisi suatu petisi yang menyatakan bahwa ia tidak mampu untuk memenuhi kewajiban-kewajibanya atau hutang-hutangnya dan bersedia dinyatakan bangkrut.
Kebangkrutan sebagai kegagalan didefinisikan dalam beberapa arti (Muhammad Akhyar Adnan dan Eha Kurniasih, 2000:137): yaitu kegagalan ekonomi (Economic failure) dan kegagalan keuangan (financial failure).
Kegagalan dalam arti ekonomi biasanya berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak menutup biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jatuh di bawah arus kas yang diharapkan. Bahkan kegagalan dapat juga berarti bahwa tingkat pendapatan atas biaya historis dari investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan.
Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk: Insolvensi Teknis dan Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan. Insolvensi teknis adalah Perusahaan dapat dianggap gagal jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo.
Walaupun total aktiva melebihi total utang atau terjadi bila suatu perusahaan gagal memenuhi salah satu atau lebih kondisi dalam ketentuan hutangnya seperti rasio aktiva lancar terhadap utang lancar yang telah ditetapkan atau rasio kekayaan bersih terhadap total aktiva yang disyaratkan. Insolvensi juga terjadi bila arus kas tidak cukup untuk memenuhi pembayaran kembali pokok pada tanggal tertentu. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan adalah kebangkrutan didefinisikan dalam ukuran sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban.
Kebangkrutan dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan sebagai suatu keadaan atau situasi dalam hal ini perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-kewajiban kepada debitur karena perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya sehingga tujuan ekonomi yang ingin dicapai oleh perusahaan tidak dapat dicapai yaitu profit, sebab dengan laba yang diperoleh perusahaan bisa digunakan untuk mengembalikan pinjaman, membiayai operasi perusahaan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi bisa ditutup dengan laba atau aktiva yang dimiliki.
Kebangkrutan akan cepat terjadi di negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang mungkin tadinya sudah sakit kemudian semakin sakit dan bangkrut. Perusahaan yang belum sakit pun akan mengalami kesulitan dalam pemenuhan dana untuk kegiatan operasional akibat adanya krisis ekonomi tersebut. Proses kebangkrutan, tidak semata-mata disebabkan oleh faktor ekonomi tetapi juga disebabkan oleh faktor yang lain yang sifatnya non ekonomi.
Dun & Bradstreet telah membuat persentase sebab-sebab kebangkrutan sebagai berikut, manajemen tidak kompeten 45,6%, kurang pengalaman di bidang manajerial 12,5%, pengalaman tidak seimbang dalam permodalan, penjualan, produksi dana lain-lain 19,2%, kurang pengalaman di bidang produksi yang ditangani 11,1%, kelalaian 0,7%, musibah 0,5%, penipuan 0,3%, dan alasan yang tidak diketahui 10,1%.
Yang dimaksud dengan tidak kompetennya manajer antara lain kegagalan mengantisipasi dan menyesuaikan diri dengan resesi dan trend industri yang tidak menguntungkan. Kesulitan keuangan yang dihadapi perusahaan biasanya akibat dari kesalahan perhitungan, kesalahan pertimbangan, dan kelemahan lain yang saling berkaitan. Dimana secara langsung ataupun tidak menggambarkan kemampuan manajemen.
Sedangkan menurut Bambang Riyanto, faktor-faktor penyebab kegagalan usaha dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern berasal dari dalam perusahaan itu sendiri baik yang meliputi faktor keuangan dan non keuangan. Faktor keuangan meliputi adanya hutang yang terlalu besar sehingga menjadi beban tetap yang berat bagi perusahaan, adanya kewajiban jangka pendek yang lebih besar dari aktiva lancar, lambatnya pengumpulan piutang atau banyaknya bad debt, kesalahan dalam kebijakan deviden, dan tidak cukupnya dana penyusutan.Sedangkan faktor non keuangan adalah adanya kesalahan-kesalahan dalam pemilihan lokasi, penentuan produk yang dihasilkan dan penentuan skala usaha, kurang baiknya struktur organisasi, kesalahan dalam pemilihan pimpinan perusahaan, adanya manajerial incompetence (kebijakan pembelian, penjualan, pemasaran).
Sedangkan faktor ekstern yang berasal dari luar perusahaan dan berada di luar jangkauan atau kontrol pimpinan perusahaan antara lain adalah adanya persaingan yang hebat, berkurangnya permintaan terhadap produk yang dihasilkan dan turunnya harga.
Menurut Drs. A. Abdurrachman, reorganisasi, pada umumnya, adalah pengaturan atau perbaikan mengenai susunan kapital suatu perseroan, biasanya yang meliputi penarikan kembali semua efek yang belum diselesaikan, dan penggantiannya dengan efek yang baru. Pada khususnya, adalah suatu recapitalization mengenai suatu perseroan yang jatuh bangkrut, yang menetapkan, bahwa para pemegang saham, pemegang obligasi, dan para kreditur menyetujui satu sama lain akan menyerahkan kepentingan-kepentingan dan tuntutan-tuntutannya, dan membentuk suatu perseroan yang baru untuk menyelesaikan hutang-hutang perseroan yang lama dan melanjutkan usaha-usahanya.
Dari beberapa keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa reorganisasi adalah adalah situasi dimana aktiva dari perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dinyatakan dalam nilai pasar dan penyusunan kembali struktur permodalan perusahaan untuk mencerminkan tiap perubahan pada sisi aktiva. Dalam reorganisasi, perusahaan berjalan terus sedangkan pada kepailitan perusahaan dilikuidasi dan sirna.
Jika nilai perusahaan going concern lebih tinggi dibandingkan dengan nilai perusahaan dilikuidasi, maka pilihan reorganisasi/restrukturisasi layak dilakukan. Dalam situasi ini, operasi perusahaan akan diteruskan setelah dilakukan perbaikan-perbaikan, terutama perbaikan struktur modalnya. Trustee (kurator) bisa ditunjuk untuk menjalankan reorganisasi tersebut.
Rencana reorganisasi didasarkan pada prinsip keadilan dan kelayakan. Prinisip keadilan berarti semua pihak harus diperlakukan secara adil (fair). Prinsip kelayakan berarti rencana tersebut harus layak (bisa) dilakukan. Sebagai contoh, jika perusahaan mempunyai beban hutang terlalu tinggi sedangkan kemampuan penjualan sangat kecil, maka reorganisasi tidak layak dilakukan.
Langkah-langkah reorganisasi:
1. Menentukan Nilai Perusahaan
Penilaian yang sering digunakan, dan yang termasuk sederhana, adalah menghitung nilai perusahaan berdasarkan tingkat kapitalisasi.
2. Menentukan Struktur Modal yang Baru
Struktur modal tersebut bertujuan mengurangi beban tetap (bunga) agar perusahaan bisa beroperasi dengan lebih fleksibel. Untuk mengurangi beban tetap tersebut, total hutang biasanya akan dikurangi. Jika tidak ada lagi harapan bahwa operasi perusahaan akan berhasil, maka likuidasi merupakan alternatif satu-satunya yang mungkin dilakukan oleh perusahaan.
Likuidasi adalah proses dimana sebuah perusahaan sebagai suatu badan hukum berhenti beroperasi dengan cara mengakhiri hidup perusahaan tersebut.  (Christopher Pass & Bryan Lowes. Kamus Lengkap Ekonomi 1994). Proses demikian dapat dimulai atas permintaan para kreditor karena perusahaan dianggap telah bangkrut. Orang yang ditunjuk sebagai likuidator menjual seluruh aset perusahaan seharga nilai realisasinya nanti. Hasil dari perjanjian tersebut digunakan untuk membayar kewajiban-kewajiban utama pada para kreditor. Jika dana hasil penjualan aktiva tidak mencukupi untuk membayar kreditor, para kreditor istimewa akan dibayar lebih dahulu baru kemudian para pemberi pinjaman biasa dibayar dengan cara pembagian yang merata. Jika terdapat dana sisa ini akan dibagikan secara merata diantara para pemegang saham perusahaan.
Proses likuidasi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu (1) melalui penyerahan, yaitu proses likuidasi yang tidak melalui pengadilan, dan (2) melalui kepailitan formal berdasarkan yuridiksi suatu pengadilan khusus.
Likuidasi penyerahan adalah prodesur informal untuk melikuidir hutang, bagi kreditur cara ini lebih menguntungkan dibanding kepailitan formal karena mereka menerima lebih banyak. Dilakukan transfer kepemilikan aktiva kepada pihak ketiga yang disebut assignee atau trustee. Assignee diinstruksikan untuk menjual aktiva itu baik di bawah tangan atau melalui lelang umum dan hasilnya dibagikan kepada kreditur secara pro-rata.
Sedangkan likuidasi kepailitan diatur dalam Undang-undang kepailitan yang mempunyai tiga fungsi penting, yaitu melindungi kreditur dari kemungkinan penipuan oleh debitur, pembagian aktiva debitur secara adil kepada para kreditur, menghapuskan semua kewajiban debitur sehingga yang bersangkutan dapat mulai usaha baru tanpa harus dibebani hutang terdahulu.
Distribusi aktiva dalam kepailitan ini diatur menurut urutan prioritas tagihan dalam Bab 5 Undang-undang kepailitan 1978, Pasal 507, ditetapkan masing-masing kreditur sebagai berikut:
1.    Kreditur dengan jaminan (secured Creditor) akan menerima hasil penjualan harta perusahaan debitor.
2.    Biaya pengendalian bantuan hukum lain dan trustee diperhitungkan ke dalam hasil.
3.    Beban pengeluaran setelah kasus terpaksa (involuntary case), telah dimulai tetapi sebelum trustee dibentuk.
4.    Jumlah upah untuk pegawai dibatasi tidak melebihi $2.000 per orang bila upah itu diterima tiga bulan sebelum petisi kepailitan diajukan secara resmi.
5.    Jumlah $2.000 yang diizinkan mencakupi jumlah upah pegawai ditambah jumlah iuran dana pensiun pegawai yang belum dibayarkan. Klaim iuran dana pensiun yang belum dibayarkan diizinkan untuk diperhitungkan hanya jumlah yang diberikan 6 bulan sebelum petisi kepailitan diajukan.
6.    Jumlah klaim tanpa jaminan terhadap deposito pelanggan $900 per orang.
7.    Pajak yang berlaku secara efektif adalah semua jenis pajak yang wajib dibayar oleh perusahaan.
8.    Kewajiban dana pensiun yang belum ada dananya lebih diperioritaskan kepada kreditor umum dan jumlah keseluruhannya dibatasi sampai 30 persen dari seluruh modal saham biasa dan preferen perusahaan; sisanya merupakan klaim yang sama seperti klaim kreditor umum.
9.    Kreditor umum atau kreditor tanpa jaminan meliputi kredit dagang, pinjaman tanpa jaminan, obligasi tanpa jaminan (debenture bonds), dan bagian pinjaman dengan jaminan yang tidak terbayar serta rencana pensiun yang belum terpenuhi dananya.
10.    Pemegang saham preferen dapat menerima jumlah sampai jumlah nominal saja.
11.     Pemegang saham biasa menerima apa saja yang tersisa.
Sumber: http://resum.wordpress.com/2011/01/05/kebangkrutan-dan-reorganisasi/

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates